BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bahasa adalah fenomena
yang menghubungkan dunia makna dengan dunia bunyi. Sebagai penghubung di antara
dunia itu, bahasa dibangun oleh tiga buah komponen, yaitu komponen leksikon,
komponen gramatika, dan komponen fonologi.
Dalam kehidupan
sehari-hari bahasa selalu digunakan, baik dalam situasi resmi maupun tidak
resmi. Setiap hari manusia tidak terlepas dari bahasa untuk menjalin kerjasama.
Bahasa digunakan sebagai penyimpanan pesan dari seseorang kepada orang lain.
Agar interaksi berhasil dan sesuai dengan kebutuhan.
Dengan berbahasa
membuat lawan bicara memahami yang kita sampaikan. Dalam linguistik memiliki
ilmu sintaksis. Sintaksis secara langsung diambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan
istilah syntax. Sintaksis adalah
bagian dari linguistik dan khususnya berkaitan dengan seluk-beluk wacana,
kalimat, klausa, dan frasa. Pengertian sintaksis yang dikemukakan oleh para
tokoh tersebut menunjukkan bahwa sintaksis adalah cabang lingusitik yang bidang
kajiannya meliputi satuan lingual yang berwujud kata, frasa, klausa, kalimat,
hingga wacana.
Sintaksis selama ini
dipahami sebagai salah satu tataran (level) dalam gramatika (tata bahasa) yang
mempersoalkan hubungan antara kata dengan satuan-satuan yang lebih besar, yang
membentuk konstruksi yang disebut kalimat. Dengan demikian sintaksis dapat
dideskripsikan atas konstruksi satuan-satuannya. Atau dengan kata lain, satuan
sintaksis itu disusun oleh satuan-satuan yang lebih kecil. Sintaksis bahasa
Indonesia sebenarnya telah banyak dibicarakan orang sebagai bagian dari ilmu
tata bahasa. Pembicaraan atau pembahasan mengenai sintaksis itu pada umumnya
dilakukan secara analitis dari satuan bahasa yang terbesar sampai yang
terkecil. Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah kata,
frase, klausa, kalimat, dan yang terakhir yaitu wacana.
Menurut Chaer (2009:
3), sintaksis adalah subsitem kebahasaan yang membicarakan penataan dan
pengaturan kata-kata itu kedalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut
satuan sintaksis, yakni kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Sesuai
dengan pembahasan yang akan dibahas masalah sintaksis akan membahas sedikit
tentang seluk beluk klausa. Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di
atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata
berkontruksi predikatif. Artinya di dalam kontruksi yaitu ada kopomponen berupa
kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi
sebagai subjek yang harus ada dalm kontruksi klausa itu, fungsi subjek boleh
dikatakan wajib ada, sedangkan yang lain bersifat tidak wajib atau satuan
sintaksis yang bersifat predikatif. Artinya, di dalam satuan atau kontruksi itu
terdapat sebuah predikat, bila di dalam satuan tidak terdapat predikat, maka
satuan itu buka sebuah klausa.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Bagaimana
pengertian klausa?
2) Bagaimana
jenis klausa berdasarkan potensi menjadi klausa bebas?
3) Bagaimana
jenis klausa berdasarkan potensi menjadi klausa terikat?
4) Bagaimana
jenis klausa berdasarkan kategori predikatnya?
1.3
Tujuan
Dalam penelitian ini
tujuan yang ingin dicapai terangkum dalam dua tujuan sebagaimana tertera di
bawah ini.
1) Tujuan
penelitian ini adalah untuk memperoleh kajian tentang kaidah sintaksis pada klausa.
2) Mengkaji
jenis klausa berdasarkan potensi.
3) Mengkaji
jenis klausa berdasarkan kategori predikatnya.
1.4
Manfaat
a. Bagi
Guru
Hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi pendidik agar dapat memperkaya tata bahasa dari suatu kata,
frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
b. Bagi
Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu
memperluas ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang penyusunan kata, frasa,
klausa, kalimat, dan wacaana.
c. Bagi
Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai acuan peneliti-peneliti lain.
d. Bagi
Umum dan Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
mendorong agar menulis yang lebih berkualitas dan diharapkan juga dapat
mendorong masyarakat lebih kreatif dan kritis terhadap perkembangan bahasa.

KAJIAN TEORI
2.1
Pengertian
Sintaksis
Menurut Verhaar
(Suhardi, 2013:13−14), mengatakan bahwa dari segi etimologi, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani,
yaitu kata sun yang berarti
dengan dan kata tattein yang berarti menempatkan. Maka kata suntattein berarti
menempatkan kata atau ilmu tentang penempatan kata atau ilmu tata
kalimat.Dengan demikian, secara etimologi, sintaksis
berarti dengan menempatkan. Sedangkan menurut Kridalaksana (1985:6),
sintaksis adalah subsistem tata bahasa mencakup kata dan satuan-satuan yang
lebih besar dari kata serta hubungan antara satuan itu. Menurut Chaer (2009:3),
sintaksis adalah subsitem kebahasaan yang membicarakan penataan dan pengaturan
kata-kata itu kedalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan
sintaksis, yakni kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Adapun menurut Ahmad
(2002:1), sintaksis mempersoalkan hubungan antara kata dan satuan-satuan yang
lebih besar, membentuk suatu konstruksi yang disebut kalimat. Senada dengan
itu, Syamsuddin (2007:364), mengungkapkan bahwa sintaksis atau disebut juga
ilmu tata kalimat menguraikan hubungan antarunsur bahasa untuk membentuk sebuah
kalimat. Materi sintaksis perlu
dipelajari karena ilmu ini mempelajari tata bentuk kalimat yang merupakan
kesatuan bahasa terkecil yang lengkap. Dikatakan lengkap sebab kalimat dapat
berdiri sendiri dan dipahami karena mengandung makna yang lengkap.

2.2
Pengertian
Klausa
Klausa merupakan
satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat,
berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikatif. Artinya di dalam kontruksi
iytu ada kpomponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan
yang lain berfungsi sebagai subjek yang harus ada dalm kontruksi klausa itu,
fungsi subjek boleh dikatakan wajib ada, sedangkan yang lain bersifat tidak
wajib (Chaer, 2015:41).
Klausa adalah
satuan sintaksis yang bersifat predikatif. Artinya, di dalam satuan atau
kontruksi itu terdapat sebuah predikat, bila di dalam satuan tidak terdapat
predikat, maka satuan itu buka sebuah klausa wajib (Chaer, 2015:150).
Kedudukan
predikat ini sangat penting, sebab jenis dan kategori dari predikat itulah yang
menentukan hadirnya fungsi subjek (s), fungsi subjek (o), fungsi pelengkap,dan
sebagainya. Umpamanya predikat yang berupa verba membaca akan memunculkan sebuah subjek (S) yang berkomponen makna
(+manusia) dan sebuah objek (O) yang berkomponen makna (+ bacaan).
-
Pak Lurah membaca koran
(+ manusia) (+ manusia)
(+
bacaan) (+bacaan)
Verba membacakan
yang memiliki komponen makna (+ manusia) dan (+ pelengkap) akan memunculkan
sebuah fungsi S yang berkomponen makna (+ manusia). Sebuah fungsi objek yang
berkomponen makna (+ manusia) dan (+ penerima), serta sebuah pelengkap yang
berkomponen makan (+ bacaan).
-
Ayah membacakan adik cerita lucu
S P O Pel
(+
manusia) (+ manusia)
- (+ pemberi) (+ penerima) -
- (+ bacaan) - (+bacaan)
Contoh lain,
verba mendarat yang berkomponen makna (+ manusia) dan
(+tempat) akan memunculkan sebuah fungsi S yang berkomponen makna (+manusia)
dan sebuah keterangan tempat.
-
Pasukan marinir itu mendarat di
Pantai Carita
S P O
(+
manusia) (+ manusia) -
- (+ tempat) (+ tempat)
Verba terjadi yang memiliki komponen makna (+
peristiwa), (+ waktu), dan (+ tempat) akan memunculkan sebuah S yang
berkomponen makna (+ kejadian), sebuah fungsi Ket. yang berkomponen makna (+
waktu), dan sebuah fungsi Ket. yang bekomponen makna (+tempat).
-
Tabrakan itu terjadi tadimalam di jalan Solo
S P Ket Ket
(+
peristiwa) (+ kejadian) - -
- (+ waktu) (+ waktu) -
- (+ tempat) - (+
tempat)
Kalau kita
bandingkan kontruksi kamar mandi dan nenek mandi, maka dapat dikatakan
kontruksi kamar mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar
dengan komponen mandi tidaklah bersifat predikatif. Sebaliknya kontruksi nenek
mandi adalah sebuah klausa karena hubungan komponen nenek dan komponen mandi
bersifat predikatif. Nenek adalah pengisi subjek dan mandi fungsi predikat.
Klausa memiliki
fungsi S dan fungsi O, serta fungsi-fungsi lain berpotensi menjadi sebuah
kalimat tunggal lengkap abila kepadanya diberikan intonasi final atau intonasi
kalimat. Kata dan frase juga mempunyai potensi menjadi kalimat apabila
kepadanya diberi intonasi final. Namun, kata dan frase hanyalah bisa menjadi
klaimat minor (kalimat tidak lengkap), sedsngkan klausa menjadi sebuah kalimat
mayor (kalimat lengkap)
Klausa
dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri dari S P baik disertai O, PEL,
dan KET ataupun tidak. Dengan ringkas klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Unsur
inti klausa ialah S dan P. Namun demikian. S sering dihilangkan, misalnya dalam
kalimat luas sebagai kaibat penggabungan klausa dan dalam kalimat jawaban
(Ramlan, 2005:79). Berbeda juga dengan pendapat Chaer (2013:168) klausa
merupakan leksem-leksem mempunyai posisi yang agak bebas. leksem-leksem itu
dapat ditempatkan pada awal klausa di tengah klausa, atau pada akhir klausa.
Klausa yaitu
kata-kata yang menerangkan verba atau ajektiva. Secara struktural kata-kata
yang termasuk kelompok ini dapat diikuti oleh kelompok verba, kelompok
ajektiva, atau menerangkan keseluruhan/kalimat. Secara semantik dibedakan
adanya adverbia kewaktuan, seperti sudah,
sedang, dan akan; adverbia
keinginan seperti ingin, hendak, dan mau: adverbiakemungkinan, seperti pasti, mungkin, dan barangkali: adverbia pembatasan, seperti hanya, juga dan saja; adverbia
frekuensi, seperti jarang, sering, dan
kadang-kadang; dan adverbia
kuantitatif seperti banyak, cukup, dan
kurang (Chaer, 2007:51).Leksem-leksem
pendamping klausa mempunyai posisi yang agak bebas. Leksem-leksem itu dapat
awal klausa di tengah klausa, atau pada akhior klausa. Distribusinya ini tentu
saja mamberi nuansa makna yang berbeda.
2.3
Jenis
Klausa Berdasarkan Potensi Menjadi Klausa Bebas
Klausa bebas
adalah klausa yang mempunyai potensi untuk menjadi kalimat bebas (Chaer,
2015:43).
Contoh:
Dia datang
Klausa bebas
dia pergi juga
klausa bebas
Klausa utuh dan
klausa bebas. Klausa utuh. Artinya, fungsi-fungsi sintaksis yang harus
dimilikinya adalah lengkap. Lalu, sebagai klausa bebas, maka kalu diberi
intonasi final akan menjadi sebuah kalimat bebas, kalimat yang dapat berdiri
sendiri, dan tidak terikat dengan kalimat lain.
Dalam praktik berbahasa
klausa-klausa itu saling berkaitan dan saling berhubungan satu sama lain,
sehingga ada kemungkinan adanya klausa yang unsur-unsurnya tidak lengkap, atau
menjadi klausa yang tidak bebas (Chaer, 2015:161).
2.4
Jenis
Klausa Berdasarkan Potensi Menjadi Klausa Terikat
Klausa terikat
adalah klausa yang tidak mempunyai potensi menjadi kalimat bebas. Klausa
terikat biasanya diawali dengan konjungsi subordinatif (Chaer, 2015:43).
Contoh
Dia datang ketika kami sedang
makan
Klausa bebas klausa terikat
Meskipun dilarang ayah dia pergi juga
Klausa terikat klausa bebas
Keterangan:


meskipun
Subordinatif menghubungkan dua
konstituen yang kedudukannya tidak setingkat. Konstituen yang satu merupakan
konstituen bebas, sedangkan konsituen yang lain, yang di mukanya diberi leksem
penghubung subordinatif ini merupakan konsituen bawahan yang terikat pada
konsituen pertama. Posisi kedua konsituen itu dapat dipertukarkan sehingga
penghubung subordinatif itu dapat berada pada awal kalimat maupun ditengah
kalimat (Chaer, 2013:175).
2.5
Jenis
Klausa Berdasarkan Kategori Predikatnya
2.5.1
Klausa
Nominal
Kalusa nominal,
yakni yang predikatnya berkategori nominal (Chaer, 2015:42).
Contoh: ibunya kepala SD di Bekasi
S
p ket.
Klausa
nominal hanya memiliki fungsi wajib S dan P. Klausa nominal ini disusun dari
fungsi S yang berupa kata atau frase berkategori nomina dan P yang berupa kata
atau frase berkategori nomina (Chaer, 2015:155).
Chaer
(2013:148-166) nominal merupakan kata-kata atau leksem-leksem nominal dalam
bahasa Indonesia secara semantik mengandung makna dan oleh karena itu
leksem-leksem nominal ini secara struktural akan selalau didahului oleh
preposisi di atau pada.
Klausa
nominal ialah klausa yang P-nya terdiri dari frase golongan N. Kata golongan N
ialah kata-kata yang secara gramatik mempunyai perilaku yang pada tatarannya
dapat menduduki fungsi S, P, dan O; dan tataran frase tidak dapat dinegatifkan
dengan kata tidak, melainkan dengan
kata bukan, dapat diikuti kata itu sebagai atributnya, dan dapat
mengikuti kata depan di atau pada sebagai akisnya (Ramlan, 2005:130).
2.5.2
Klausa
Verbal
Klausa
verbal, yakni yang predikatnya berkategori verba (Chaer, 2015:42). Lalu karena
secara gramatikal dikenal adanya beberapa tipe verba maka dikenal adanya:
- kalusa verba
transitif, yakni yang phredikatnya brerupa verba transitif, seperti:
KakakmengerjakanPR
S p o
- klausa verbal
intransitif, yakni klausa yang predikatnya berupa verba intransitif, misalnya:
Murid-muridmenyanyi
S p
Secara
semantik ada tiga buah jenis verba, yaitu verba tindakan, verba kejadian, dan
verba keadaan. Dengan demikian kita dapat membedakan tiga klausa verba, yaitu
klausa verba tindakan, klausa verba kejadian, dan klausa verba kedaan.
Kemudian
klausa verba tidakan bisa dibedkan puka atas klausa verba tidaklah bersasaran
tak berpelengkap, klausa tindakan bersasaran berpelengkap, dan klausa tindakan
bersasaran (Chaer, 2015:152).
Chaer
(2013:154-156) verbal adalah leksem verba dalam bahasa indonesia secara
semantik dapat ditandai dengan mengajukan tiga macam pertanyaan terhadap subjek
tempat ”verba” menjadi predikat klausanya.
Klausa
verbal ialah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau golongan V. Kata golongan
V ialah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki fungsi P dan pada
tataran frase dapat dinegatifkan dengan kata tidak (Ramlan, 2015:131).
2.5.3
Klausa
Adjektival
Klausa
ini P-nya terdiri dari kata golongn V yang termasuk golongan kata sifat, atau
terdiri dari frase golongan V yang unsur pusatnya berupa kata sifat (Ramlan,
2005:132).
Ajektiva
adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan, watak, dan tabiat antara orang,
binatang dan benda (sukaesih36.wordpress.com). Sedangkan menurut Chaer
(2013:162-168) kategori pendamping ajektiva adalah leksem yang menerangkan
keadaan suatu nomina atau menyifati nomina itu. Menurut Chaer yang terdapat
pada buku yang lain (2007:50)kata-kata yang menyatakan sifat atau keadaan
sesuatu. Secara struktural kata-kata yang termasuk kelompok ajektiva ini dapat
mengikuti kata-kata tidak, sangat, atau
sekali.
Klausa
adjektival, yakni kaluasa yang predikatnya berkategori ajektiva, misalnya:
Nenekku masih cantik
S p
Klausa
adjektival memiliki fungsi wajib S dan P.klausa adjektival dapat disusun dari
fungsi S berkategori N dan fungsi P yang berkategori A (Chaer, 2005:41-158).
2.5.4
Klausa
Numeral
Klausa
numeral, yakni klausa yang predikatnya berkategori numeralia (Chaer,
2005:41-160). Misalnya:
Kucingnya dua ekor
S p
Catatan
Klausa
numeral lazim digunakan dalam bahasa ragam nonformal.Kalusa numeral adalah
klausa yang berfungsi P nya diisi oleh frase numeral.
Contoh:
Luas kebunnya seribu permiter
S P
Sama
dengan klausa preposisional, klausa nominal juga lazim digunakan ragam bahasa
lisan dan bahasa ragam nonformal. Dalam ragam pormal fungsi P akan diisi oleh
sebuah verba; dan frase numina berupa fungsi menjadi keterangan. Simak!
- luas kebunnya adalah seribu
miter
S P Ket
Klausa
bilangan atau klausa numerial ialah kausa yang P-nya terdiri dari kata atau frase
golongan Bil.
Kata
bilangan ialah kata-kata yang dapat diikuti oleh kata penyukat, yaitu kata-kata
orang, ekor, keping, buah, kodi,
danlainnya. Frase bilangan ialah frase yang mempunyai distribusi yang sama
dengan kata bilangan, misalnya: beberapa
butir, setiap jengkala, beberapa buah, dan lainnya (Ramlan, 2005:137).
2.5.5
Klausa
Preposisional
Klausa
preposisional, yakni kalusa yang predikatnya berkategori preposisi (Chaer,
2015:43-159). Misalnya:
Ayah di kantor
S p
Catatan:
Klausa
preposisional lazim digunakan dalam bahasa ragam nonformal.
Klausa
preposional adalah klausa yang fungsi P nya di isi frase preposional. Cantoh
-
Ayah dan kakek di kampung
S p
Klausa preposisional ini lazim digunakan
dalam bahasa ragam lisan dan ragam bahasa nonformal. Dalam ragam formal fungsi
P akan di isi oleh sebuah verba dan frase preposisinya menjadi fungsi
keterangan. Simak!
-
Ayah dan kakek berada di
kampung
S P Ket
Klausa depan atau klausa preposisional
ialah klausa yang P-nya terdiri dari frase depan, yaitu frase yang diawali oleh
kata depan sebagai penanda (Ramlan, 2005:137).

PENUTUP
3.1
SIMPULAN
Simpulan makalah ini
yaitu bahwasannya sintaksis adalah subsitem kebahasaan yang membicarakan
penataan dan pengaturan kata-kata itu kedalam satuan-satuan yang lebih besar,
yang disebut satuan sintaksis, yakni kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Sesuai
dengan pembahasan yang akan dibahas masalah sintaksis akan membahas sedikit
tentang seluk beluk klausa. Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di
atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata
berkontruksi predikatif. Artinya di dalam kontruksi yaitu ada kopomponen berupa
kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi
sebagai subjek yang harus ada dalm kontruksi klausa itu, fungsi subjek boleh
dikatakan wajib ada, sedangkan yang lain bersifat tidak wajib atau satuan
sintaksis yang bersifat predikatif. Artinya, di dalam satuan atau kontruksi itu
terdapat sebuah predikat, bila di dalam satuan tidak terdapat predikat, maka
satuan itu buka sebuah klausa.
3.2
SARAN
Saran yang ingin
disampaikan oleh penulis kepada pembaca adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat
Pembaca
Penelitian ini hendaknya dapat dijadikan
salah satu wawasan dalam memahamipeni\ulisan yang baik dan benar. Setidaknya
dapat memberikan kekayaan lain untuk menambah khasanah ilmu penulisan
kebahasaan.
b. Guru
Bahasa dan Sastra Indonesia
Sehingga
guru Bahasa dan Sastra Indonesia bisa mengembangkan penulisan untuk
pembelajaran kepada siswa dalam munggunakan penulisan bahasa.
c. Bagi
penelitian lain
Sebagai
motiovasi dan referensi dalam penelitian bahasa Indonesia.
0 comments:
Post a Comment