Perubahan,
Pergeseran, dan Pemertahanan Bahasa
Sosiolinguistik
MAKALAH
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI BANGKALAN
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga
selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk
ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bangkalan, 12 Mei 2017
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
1. Pengertian Strategi Pembelajaran
Peningkatan
Kemampuan Berpikir (SPPKB) ............................................................. 3
2. Karakteristik Strategi Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) ........................................ 4
3. Tahapan-tahapan
Pembelajaran SPPKB ............................... 4
4. Hakikat kemampuan berpikir
SPPKB .................................. 6
5. Metode yang digunakan
dalam SPPKB................................ 7
6. Perbedaan
SPPKB Dengan Pembelajaran Konvensional ...................... 8
BAB III Penutup
1. Kesimpulan ....................................................................... 10
2. Saran................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 11
Jurnal ......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa adalah sesuatu yang hidup.
Sebagai sesuatu yang hidup, ia tentu mengalami perkembangan. Perkembangan
berarti perubahan. Perubahan itu terjadi karena bahasa adalah satu-satunya
milik manusia yang tak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia
sebagai makhluk ciptaan yang berbudaya dan bermasyarakat. Keterikatan dan keterkaitan
bahasa dengan manusia itulah yang mengakibatkan bahasa itu menjadi tidak statis
atau dengan kata lain bahasa itu bersifat dimanis.
Arus global berimbas pula pada
penggunaan dan keberadaan bahasa Indonesia di masyarakat. Penggunaan bahasa di
dunia maya, internet, atau media sosial lain misalnya, memberikan banyak
perubahan bagi struktur bahasa Indonesia yang oleh beberapa pihak disinyalir
merusak bahasa itu sendiri. Berlandaskan alasan globalisasi dan prestise, masyarakat mulai kehilangan
rasa bangga menggunakan bahasa nasional. Tidak hanya pada
rakyat kecil, krisis bahasa juga ditemukan pada para pejabat negara. Kurang
intelek katanya kalau dalam setiap ucapan tidak dibumbui dengan selingan bahasa asing
yang sebenarnya tidak perlu. Hal tersebut memunculkan istilah baru, yaitu Indoglish kependekan
dari Indonesian-English untuk fenomena bahasa yang kian menghantam
bahasa Indonesia.
Sulit
dipungkiri memang, bahasa asing kini telah menjamur penggunaannya. Mulai dari
judul film, judul buku, judul lagu, sampai pemberian nama merk produk dalam
negeri. Kita pun merasa lebih bangga jika lancar dalam berbicara bahasa asing.
Namun, apapun alasannya, entah itu menjaga prestise,
mengikuti perkembangan zaman, ataupun untuk meraup keuntungan, tanpa kita
sadari secara perlahan kita telah ikut andil dalam mengikis kepribadian dan
jati diri bangsa kita sendiri.
Pergeseran
dan pemertahanan bahasa merupakan dua sisi mata uang (Sumarsono: 2011).
Fenomena ini merupakan dua fenomena yang terjadi bersamaan. Bahasa menggeser
bahasa lain atau bahasa yang tak tergeser oleh bahasa lain, bahasa yang
tergeser adalah bahasa yang tidak mampu mempertahankan diri (Sumarsono: 2011).
Kondisi tersebut terjadi pada saat suatu masyarakat (komunitas bahasa) memilih
untuk menggunakan atau meninggalkan pemakaian suatu bahasa. Pilihan atas salah
satu dari kondisi tersebut terjadi dalam rentang waktu yang panjang. Rentang
waktu ini bisa mencapai lebih dari dua atau tiga generasi.
Sekarang
ini penggunaan bentuk Inggris sudah banyak menggejala. Dalam bidang
internet dan komputer kita banyak menggunakan kata mendownload,
mengupload, mengupdate, dienter, direlease, didiscount, dan lain-lain. Tidak
hanya dalam bidang komputer saja, di bidang lain pun sering kita jumpai. Selain
bahasa Asing, kedudukan bahasa Indonesia juga semakin terdesak dengan pemakain
bahasa-bahasa gaul di kalangan remaja. Bahasa gaul ini sering kita temukan
dalam pesan singkat atau sms, chatting, dan sejenisnya. Misalnya dalam
kalimat gue gitu loh… pa sich yg ga bs dalam kalimat tersebut
penggunaan kata ganti aku tidak dipakai lagi. Fenomena ini mungkin
saja merupakan keadaan yang disebut perubahan, pergesereran, atau pemertahanan
bahasa. Untuk lebih jelasnya, dalam tulisan ini akan diuraikan tentang
hal-hal yang terkait dengan perubahan bahasa, pergeseran bahasa, dan
pemertahanan bahasa.
B.
Batasan
Masalah
1.
Perubahan bahasa dalam bidang fonologi, morfologi, sintaksis,
kosakata, dan semantik
2.
Faktor penyebab terjadinya perubahan bahasa
3.
Pergeseran bahasa
4.
Pemertahanan bahasa
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.
Perubahan Bahasa
1.1.
Perubahan fonologi
Bahasa
Indonesia lama hanya mengenal empat pola silabel, yaitu V, VK, KV, dan KVK; tetapi kini pola KKV, dan KKVK
telah pula menjadi pola silabel dalam bahasa Indonesia (Chaer dan Agustina,
1995: 181).
1.2.
Perubahan morfologi
Perubahan
bahasa dapat juga terjadi dalam bidang morfologi, yakni dalam proses
pembentukan kata. Umpamanya dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam
proses pembentukan kata dengan prefiks me-
dan pe-. Kaidahnya adalah:
a. Apabila prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /i/, /r/, /w/, dan /y/ tidak ada terjadi
penasalan,
b. Kalau prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /m/,
c. Bila prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/,
d. Kalau prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/, dan
e. Bila prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/ dan semua vokal diberi
nasal /ng/.
1.3.
Perubahan sintaksis
Perubahan kaidah sintaksis dalam
bahasa Indonesia juga sudah dapat kita saksikan umpamanya, menurut kaidah
sintaksis yang berlaku sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai
objek atau dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif transitif banyak yang
tidak dilengkapi objek.
1.4.
Perubahan kosakata
Perubahan bahasa yang paling mudah
terlihat adalah pada bidang kosakata. Perubahan kosakata dapat berarti
bertambahnya kosakata baru, hilangnya kosakata lama, dan berubahnya makna kata.
Kata-kata yang diterima dari bahasa lain disebut kata pinjaman atau kata
serapan. Proses penyerapan atau peminjaman ini ada yang dilakukan secara
langsung dari bahasa sumbernya, tetapi ada juga yang melalui bahasa lain.
Penambahan kata-kata baru selain dengan cara menyerap dari bahasa lain, dapat
juga dilakukan dengan proses penciptaan. Pemendekan dari kata atau frase yang
panjang dapat juga membentuk kosakata yang baru.
1.5.
Perubahan semantik
Perubahan semantik yang umum adalah
berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total,
maksudnya kalau pada waktu dulu kata itu, misalnya bermakna A, maka kini
atau kemudian menjadi bermakna B (Chaer, 2004: 141).
2.
Faktor Terjadinya Perubahan Bahasa
Terjadinya perubahan bahasa menurut
para ahli tidak dapat diamati, hal ini karena proses perubahan terjadi
berlangsung dalam waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin diobservasi
oleh peneliti. Namun demikian, bukti adanya perubahan bahasa itu, dapat
diketahui. Terutama pada bahasa-bahasa yang telah memiliki tradisi tulis dan
mempunyai dokumen tertulis dari masa lampau (Chaer, 2004: 134).
Perubahan bahasa lazim diartikan
sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya itu direvisi, kaidahnya
menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semuanya itu dapat terjadi pada
semua tataran linguistik, seperti: fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata,
semantik, maupun leksikon. Perubahan bahasa juga dapat terjadi akibat terjadinya
proses penyerapan (ke dalam bahasa Indonesia). Akibat masuknya kata-kata asing
menyebabkan terjadinya dua macam perubahan, yakni perubahan bentuk kata-kata
yang masuk dalam rangka penyesuaian dengan kaidah bahasa penerima, dan
perubahan kaidah bahasa penerima, dalam rangka menampung unsur yang datang dari
luar itu.
3.
Pergeseran Bahasa
Pergeseran bahasa (language
shifting) yakni penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur
yang terjadi akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur
yang lain. Pergeseran bahasa umumnya mengacu pada proses penggantian satu
bahasa dengan bahasa lain dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, pergeseran
bahasa mengacu pada hasil proses penggantian satu bahasa dengan bahasa lain
(Ibrahim, 2003).
4.
Pemertahanan Bahasa
Secara umum pemertahanan bahasa
dedefinisikan sebagai keputusan untuk tetap melanjutkan pengunaan bahasa secara
kolektif oleh sebuah komunitas yang telah menggunakan bahasa tersebut
sebelumnya (Fasold: 1984). Lebih lanjut, Fasold juga menyatakan bahwa
pemertahanan bahasa ini merupakan kebalikan atau sisi yang berlainan dari
pergeseran bahasa; yaitu di mana sebuah komunitas memutuskan untuk mengganti
bahasa yang telah digunakannya atau memilih bahasa lain sebagai ganti bahasa
yang telah digunakannya.
Dibutuhkan sebuah komitmen dalam
pemertahanan sebuah bahasa. Hal ini dikarenakan tingkat kemajuan ilmu
pengetahuan masyarakat yang semakin maju, serta semakin banyak bahasa asing
masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut bisa kita lihat dari maraknya
perusahaan yang menyertakan kemampuan bahasa asing sebagai persyaratan utama
untuk menjadi pegawai ditempat tersebut. Sumarsono dan Partana (2002)
mengungkapkan bahwa dalam pemertahanan bahasa suatu komunitas secara kolektif
menentukan untuk melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Perubahan Bahasa
1.1. Secara Fonologi
Dalam bahasa Indonesia, perubahan
fonologis terjadi pada perubahan ejaan bahasa dari ejaan Van Ophuysen / ejaan
lama sampai Ejaan Yang Disempurnakan. Mengingat Van Ophuysen adalah ahli bahasa
dari Belanda, maka kata yang, payah,
hayat dituliskan dengan huruf /j/ jang,
pajah, hajat. Pada ejaan lama, ada juga fonem /sj/ pada kata sjarat (syarat) dan sjahdu (syahdu), fonem /tj/ dalam kata tjakap (cakap), tjantik
(cantik).
Contoh lain adalah huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u',
seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali diftong 'au' tetap ditulis
'au').
1.2. Secara Morfologi
Perubahan
bahasa yang terjadi dalam bidang morfologi, yaitu dalam proses pembentukan
kata. Umpamanya dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam proses
pembentukan kata dengan prefiks me-
dan pe-. Kaidahnya adalah:
a. Apabila prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /l/, /r/, /w/, dan /y/ tidak ada terjadi
penasalan,
Contoh :
me-luas pe-lari
me-rasa pe-rasa
me-watas pe-watas
me-ya pe-y
b. Kalau prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /m/,
Contoh :
me-[m]beri pe-[m]beri
me-[m]perbesar pe-[m]p
c. Bila prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/,
Contoh :
me-[n]dekam pe-[n]d
me-[n]t pe-[n]t
d. Kalau prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/, dan
Contoh :
me-[ny]s pe-[ny]s
e. Bila prefiks me- dan pe- diimbuhkan
pada kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/ dan semua vokal diberi
nasal /ng/.
Contoh :
me-[ng]ganti pe-[ng]ganti
me-[ng]k pe-[ng]k
me-[ng]h pe-[ng]h
1.3. Secara Sintaksis
Perubahan
kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga sudah dapat kita saksikan
umpamanya, menurut kaidah sintaksis yang berlaku sebuah kalimat aktif transitif
harus selalu mempunyai objek atau dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif
transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti :
Ø Mahasiswa
tidak mengerjakan tugas.
Ø Pertunjukkan
itu sangat mengecewakan.
Ø Dosen
itu sedang mengajar di kelas.
Kata
kerja aktif transitif pada kalimat seperti di atas menurut kaidah yang berlaku
harus diberi objek, tetapi pada contoh di atas tidak ada objeknya.
1.4. Secara kosakata
Di
samping bentuk kependekan banyak juga bentuk yang disebut akronim, yakni kata
yang terbentuk dari huruf-huruf serangkaian kata, seperti UNESCO, dan NASA.
Dalam bahasa Indonesia banyak juga kita jumpai kata yang berbentuk akronim ini,
seperti ABRI, hankam, tilang, pelita, tabanas, dan menwa. Selain itu
penggabungan (compounding) dua kata atau lebih banyak pula digunakan untuk
penciptaan kata-kata baru, Dalam bahasa Indonesia ada bentuk-bentuk
seperti matahari, hulubalang, kakilima, matasapi, mahasiswa.
Selain
contoh di atas ada beberapa contoh lain, di antaranya :
Tidak
akan – takkan
Tidak
ada – tiada
Tapian
na uli – tapanuli
Dalam perkembangannya
sebuah bahasa bisa juga karena berbagai sebab akan kehilangan kosakatanya.
Artinya, pada masa lalu kata-kata tersebut digunakan, tetapi kini tidak lagi
(Chaer, 1995: 185).
1.5. Secara semantik
Perubahan
semantik yang umum adalah berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang
mungkin berubah total, meluas atau menyempit. Perubahan semantik dibagi menjadi
:
a.
Perubahan total
Makna kata benar-benar berubah seluruhnya.
Misalnya kata “pena” dulu bermakna “bulu (angsa)”, namun sekarang menjadi “alat
tulis”.
b.
Penyempitan makna
Pada mulanya suatu kata memiliki makna
yang luas, namun sekarang menjadi menyempit. Misalnya kata “sarjana” yang dulu
bermakna “orang yang pandai”, namun sekarang bermakna “orang yang lulus dari
perguruan tinggi”.
Wardhaught membedakan adanya dua
macam perubahan bahasa, yaitu perubahan internal dan perubahan eksternal.
Perubahan internal terjadi dalam bahasa itu sendiri, seperti berubahnya sistem
fonologi, morfologi dan sintaksis. Sedangkan perubahan eksternal terjadi karena
adanya pengaruh dari luar, seperti adanya penyerapan atau peminjaman kosakata,
penambahan fonem dari bahasa lain, dsb.
c.
Perluasan makna
Dulu kata tersebut hanya memiliki satu makna,
namun sekarang mempunyai lebih dari satu makna. Misalnya kata “saudara”. Dulu
hanya untuk orang yang lahir dari ibu yang sama, namun sekarang berarti juga
“kamu”.
2. Faktor terjadinya perubahan bahasa
Ada beberapa
alasan mengapa terjadi perubahan bahasa, khususnya membahas perubahan bahasa
Indonesia. Beberapa diantaranya :
1.
Bahasa bersifat arbiter, yang
pemilihan katanya sangat tergantung pada kesepatakan pemakainya
2.
Ada penambahan dan pengurangan
kosakata (telah dibahas secara ilmu linguis)
Penambahaan
:
Perhatikan
sub 1.4 tentang kosakata
Pengurangan
:
engku ‘sebutan untuk menyapa guru laki-laki’
kempa ‘stempel, cap’
ungkai ‘terbuka, terkoyak’
3.
Bahasa pada dasarnya bersubjek
manusia yag sifatnya dinamis. Dinamis (menyesuaikan dengan keadaan)
4.
Bahasa dibentuk oleh budaya
masyarakat dan dipergunakan oleh masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh, jika
bahasa pada abad 19/20 kental akan budaya tradisional, maka sekarang banyak
terpengaruh oleh budaya asing
3. Pergeseran Bahasa
Holmes
menyatakan bahwa ada dua kondisi masyarakat dengan sebuah bahasa mengalami
pergeseran, yakni (a) migrant minorities, dan (b) nonmigrant communities).
Kondisi pertama, pergeseran terjadi pada sebagian orang yang bermigrasi ke suatu
tempat yang berbeda bahasanya; kondisi kedua pergeseran terjadi pada
orang-orang bukan komunitas imigran (penduduk asli). Jadi, perubahan politik,
ekonomi, dan sosial yang terjadi secara langsung dalam komunitas dapat
menyebabkan perubahan linguistik juga. Menurut Holmes (2000:57), pergeseran
bahasa (language shifting) atau pemertahanan bahasa (language maintainance)
dapat terjadi di berbagai sektor kehidupan, misalnya ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan, politik, pemerintahan dan sebagainya. Kedua peristiwa ini tentunya
diikuti dengan bukti-bukti penggunaan bahasa masyarakat penuturnya. Kesadaran
akan pendidikan, peningkatan kondisi ekonomi, dan mobilitas penduduk yang
tinggi ternyata berpengaruh pada penggunaan bahasa sehari-hari.
Pergeseran
bahasa umumnya mengacu pada proses penggantian satu bahasa dengan bahasa lain
dalam suatu masyarakat (Ibrahim, 2003). Pergeseran bahasa (language shift)
menyangkut masalah pengggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok
penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari suatu masyarakat
tutur ke masyarakat tutur lain (Chaer dan Agustina,1995).
Beberapa
kondisi cenderung dihubung-hubungkan terhadap pergeseran bahasa. Kondisi yang
paling mendasar barangkali adalah kedwibahasaan (bilingualism). Tetapi patut
diperhatikan dengan seksama bahwa kedwibahasaan ini bukanlah satu-satunya
faktor yang menyebabkan pergeseran bahasa. Kedwibahasaan tidak dengan serta
merta menyebabkan pergesaran bahasa, meskipun ini merupakan salah satu syarat
terjadinya pergeseran bahasa. Kasus-kasus pergeseran bahasa hampir seluruhnya
terjadi melalui alih generasi (intergenerasi). Maksudnya adalah pergeseran
bahasa memerlukan waktu lebih dari satu generasi.
Chaer
dan Agustina (2004:142) mengemukakan bahwa pergeseran bahasa menyangkut masalah
penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa
terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat
tutur lain. Dengan kata lain, pergeseran bahasa akan terjadi bila seorang atau
sekelompok orang penutur bahasa tertentu pindah ke tempat baru, yang mana
bahasanya berbeda, dan bercampur dengan mereka. Pendatang atau kelompok baru
ini harus menyesuaikan diri dengan menanggalkan bahasanya sendiri, lalu
menggunakan bahasa penduduk setempat dan terjadi selama beberapa generasi.
Bila
satu kelompok baru datang ke tempat lain dan bercampur dengan kelompok
setempat, maka akan terjadilah pergeseran bahasa (language shift). Kelompok
pendatang ini akan melupakan sebagian bahasanya dan ‘terpaksa’ memperoleh
bahasa setempat. Alasannya karena kelompok pendatang ini harus menyesuaikan
diri dengan situasi baru tempat mereka berada. Selanjutnya kelompok pendatang
ini akan mempergunakan dua bahasa, yaitu bahasa nasional dan bahasa daerah
setempat (Alwasilah, 1993). Sedangkan Sumarsono dan Partana (2002)
mengungkapkan bahwa pergeseran bahasa berarti, suatu komunitas meninggalkan
suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Bila pergeseran sudah
terjadi, para warga komunitas itu secara kolektif memilih bahasa baru.
Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa pergeseran bahasa itu terjadi ketika masyarakat (komunitas bahasa)
memilih suatu bahasa baru untuk mengganti bahasa sebelumnya. Dengan kata lain,
pergeseran bahasa itu terjadi karena masyarakat bahasa tertentu beralih ke
bahasa lain, biasanya bahasa domain dan berprestise, lalu digunakan dalam
ranah-ranah pemakaian bahasa yang lama. Contoh pergeseran bahasa pada golongan
imigran kecil.
3.1. Faktor pergeseran bahasa
Berdasarkan
uraian di atas, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa
dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Faktor Ekonomi, Sosial,
dan Politik
Masyarakat
memandang adanya alasan penting untuk mempelajari bahasa kedua dan mereka tidak
memandang perlu untuk mempertahankan bahasa etnisnya. Semua itu untuk tujuan
meningkatkan ekonomi, status sosial, atau kepentingan politik. Salah satu
faktor ekonomi itu adalah industrialisasi (yang kadang-kadang bergabung dengan
faktor migrasi). Kemajuan ekonomi kadang-kadang mengangkat posisi sebuah bahasa
menjadi bahasa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bahasa Inggris misalnya,
menjadi minat banyak orang untuk menguasai dan kalau perlu meninggalkan bahsa
pertama.
Faktor Demografi /
perkembangan penduduk
Letak
daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi salah satu penyebab
terjadinya pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang
akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi
bagian masyarakat setempat. Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah,
atau wilayah yang bisa memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang
lebih baik sehingga mengundang penduduk daerah lain untuk mendatanginya. Adanya
pergeseran bahasa tersebut dapat mengakibatkan punahnya suatu bahasa karena
ditinggalkan oleh para penuturnya. Peristiwa ini terjadi bila pergeseran bahasa
terjadi di daerah asal suatu bahasa digunakan.
Sekolah
Sekolah
sering juga dituding sebagai faktor penyebab bergesarnya bahasa ibu murid,
karena sekolah biasanya mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak. Anak-anak
ini kemudian menjadi dwibahasawan. Padahal. Kedwibahasaan seperti kita ketahui,
mengandung resiko bergesarnya salah satu bahasa. Sekolah pada zaman Belanda di
Indonesia kadang-kadang tidak mengizinkan pemakaian bahasa daerah, bahasa pengantar
harus dengan bahasa Belanda.
Migrasi
Salah
satu faktor itu adalah migrasi atau perpindahan penduduk, yang bisa berwujud
dua kemungkinan. Pertama, kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke daerah atau
negara lain yang tentu saja menyebabkan bahasa mereka tidak berfungsi di daerah
baru. Ini misalnya terjadi pada kelompok-kelompok migrasi berbagai etnik di
Amerika Serikat. Kedua, gelombang besar penutur bahasa bermigrasi membanjiri
sebuah wilayah kecil dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk setempat terpecah
dan bahasanya tergeser.
3.2. Proses pergeseran bahasa
Pergeseran
bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi harapan
untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, Sebagai contoh, pada awal
kedatangan, para imgiran itu masih bermonolingual dengan bahasa ibunya. Ini
tentu terjadi ketika meraka baru saja datang dan beberapa tahun setelah itu.
Selanjutnya
setelah beberapa lama, mereka sudah menjadi bilingual bawahan (bahasa ibu dan
bahasa kedua) di mana bahasa ibu masih lebih dominan. Pada kurun waktu
berikutnya, bilingualism mereka sudah menjadi setara. Artinya, penggunaan
bahasa kedua sudah sama baiknya dengan penguasaan bahasa ibu. Selanjutnya,
mereka menjadi bawahan kembali, tetapi dengan penguasaan bahasa yang berbeda.
Kini, penguasaan bahasa kedua jauh lebih baik daripada penguasaan terhadap
bahasa ibu. Akhirnya, mereka menjadi monolingual bahasa kedua. Bahasa ibu atau
bahasa leluhur telah mereka lupakan.
3.3. Contoh pergeseran bahasa
Robiansyah
Nasrudin adalah seorang mahasiswa di STKIP PGRI Bangkalan yang berasal dari Bandung.
Ketika pertama datang di Bangkalan, dia sedikit pun tidak mengerti bahasa Madura.
Maka Robiansyah terpaksa menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi
dengan orang-orang di sekitarnya, teman-teman kuliah, dan tetangga-tetangga,
serta orang-orang lain berbahasa Madura, Robiansyah pun mencoba sedikit demi
sedikit belajar berbahasa Madura.
Pada
mulanya Robiansyah berbicara bahasa Madura dengan aksen Sunda, tetapi
lama-kelamaan aksen Sundanya semakin berkurang. Maka sesudah dua tahun berada
di Bangkalan, Robiansyah lebih biasa berbahasa Madura dalam setiap keperluan,
kecuali di mana diperlukan menggunakan bahasa Indonesia. Akhirnya, Robiansyah
pun hampir tidak pernah lagi menggunakan bahasa ibu mereka, lebih-lebih di
tempat umum. Maka di sini telah terjadi pergeseran bahasa. Kedudukan bahasa Sunda
Robiansyah, meskipun bahasa pertama, telah tergeser oleh bahasa Madura, dan
bahasa Indonesia. Bahasa Sunda digunakan dalam situasi saat berkumpul dengan
keluarga besarnya, sedangkan bahasa Indonesia digunakan dalam situasi formal.
4. Pemertahanan Bahasa
4.1. Hakekat pemertahanan bahasa
Terdapat
beberapa hal sebagai bukti kepedulian masyarakat di berbagai belahan dunia
untuk mempertahankan bahasa ibu atau bahasa daerah. Sebagai contoh, UNESCO
telah menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional.
Selain itu, di Indonesia pun pemerintah menunjukkan bentuk kepeduliannya dengan
mengeluarkan beberapa kebijakan yang di antaranya berupa Peraturan Menteri maupun Peraturan Daerah untuk mempertahankan, membina, dan mengembangkan bahasa daerah baik
melalui jalur formal maupun informal. Hal ini dianggap perlu karena bahasa
daerah merupakan aset dunia yang wajib dipertahankan dan juga memiliki banyak
kearifan lokal yang layak dipahami anggota komunitasnya.
Sebagai
contoh keberadaan bahasa Madura
sangat bergantung kepada penuturnya, yang berbahasa ibu bahasa Madura di dalam berkomunikasi
sehari-hari. Namun, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni membawa
para penutur bahasa Madura
mau tidak mau harus berhubungan dengan pemilik bahasa yang lain, seperti bahasa
Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jawa, bahasa Betawi, bahasa
Sunda, dan sebagainya.
Berdasarkan
gejala kebahasaan tersebut akan diperoleh perubahan bentuk komunikasi antar para penutur pemakai
bahasa. Hal itu terlihat dengan adanya perbedaan perlakuan bahasa yang
digunakan oleh para penutur kepada mitra tuturnya. Dengan demikian, loyalitas
penutur bahasa ibu mendapat tantangan. Jika mereka masih mempunyai
keloyalitasan tinggi terhadap bahasa ibunya, maka mereka telah mempertahankan
keberadaan bahasa ibu. Namun sebaliknya, jika sikap yang dimunculkan mereka
antipati atau kurang menghargai bahasa ibunya, maka keberadaan bahasa ibu
tersebut dimungkinkan mengalami pergeseran.
Pemertahanan
bahasa menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk
tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa-bahasa lainnya.
Pemertahanan bahasa (language maintenance) lazim didefinisikan sebagai upaya
yang disengaja untuk mempertahankan penggunaan bahasa tertentu di tengah
ancaman bahasa yang lain. Dengan kata lain pemertahanan bahasa dimaksudkan
untuk (1) mewujudkan diversitas kultural, (2) memelihara identitas etnis, (3)
memungkinkan adaptabilitas sosial, (4) secara psikologis menambah rasa aman
bagi anak, dan (5) meningkatkan kepekaan linguistis (Crystal, 1997).
Pemertahanan
bahasa berhubungan dengan perubahan bahasa (language change), peralihan bahasa
(language shift), dan kematian bahasa (language death). Hoffman (1991) dalam
Fauzi (2008) menjelaskan bahwa ketika sebuah komunitas bahasa tidak mampu
mempertahankan bahasanya, dan secara gradual memungut kosa kata bahasa yang
lain, maka hal itu sudah mengarah kepada pergeseran bahasa (language shift).
Sementara itu, pemertahanan bahasa (language maintenance) lebih mengacu kepada
sebuah situasi di mana anggota-anggota sebuah komunitas bahasa mencoba untuk
menjaga bahasa yang mereka miliki dengan cara selalu menggunakannya. Jika pada suatu
keadaan menginginkan adanya pemertahanan bahasa yang terjadi, maka pada saat
itu masyarakat memutuskan untuk meneruskan pemakaian bahasa (atau unsur
kebahasaan) yang selama itu digunakan.
Sebagai
contoh, sekelompok masyarakat etnik Jawa yang pindah dan menetap di Madura mereka tetap
menggunakan bahasa Jawa (B1) ditengah-tengah masyarakat mayoritas (masyarakat Madura), maka dapat dikatakan
mereka telah melakukan
upaya pemertahanan bahasa. Namun, apabila mereka mulai terpengaruh untuk menggunakan
bahasa mayoritas (bahasa Madura),
maka dapat dikatakan mereka telah mengalami perubahan bahasa. Apabila hal ini
terus berlanjut dalam kurun waktu yang lama, maka kemungkinan terjadi peralihan
bahasa, dari bahasa Jawa menjadi bahasa Madura.
Peralihan bahasa ini akan menyebabkan terjadinya kematian bahasa, karena
penduduk etnik Jawa sudah sama sekali tidak menggunakan bahasa Jawa, melainkan
sudah total menggunakan bahasa Bali.
Menurut
Chaedar Alwasilah pemertahanan bahasa secara umum juga sangat erat kaitannya
dengan pemertahanan kebudayaan. Hal ini terjadi karena beberapa alasan, antara
lain.
Nilai
bahasa terletak pada makna yang disimbolkan oleh bahasa. Bahasa Inggris,
misalnya, dianggap simbol modernisme dan teknologi, sementara itu bahasa Arab
dianggap sebagai simbol agama Islam. Dua contoh ini menguatkan asumsi bahwa
bahasa adalah kendaraan kebudayaan.
Dalam
konteks Indonesia rujukan budaya nasional pada mulanya tiada lain adalah
budaya-budaya etnis yang diklaim khususnya oleh para birokrat pemerintah atau
sekelompok elitis dalam masyarakat Indonesia sebagai budaya nasional. Kita
tidak boleh melupakan bahwa negara kesatuan Indonesia ini terbentuk atas
kesepakatan kelompok-kelompok etnis untuk menghimpun diri dalam sebuah
organisasi yang disebut negara kesatuan.
Pada
umumnya orang asing yang mempelajari bahasa Indonesia dan bahasa daerah lebih
banyak didasari oleh minat mempelajari budaya daripada bahasanya. Demikian pula
pada umumnya para turis yang datang ke Indonesia juga ke negara lain terpanggil
untuk melihat budaya Indonesia bukan untuk mempelajari bahasanya.
4.1.
Faktor strategis pemertahanan
bahasa
Bertahan atau bergesernya sebuah
bahasa, baik pada kelompok minoritas maupun pada kelompok imigran transmigran
dapat disebabkan oleh banyak faktor. Hasil-hasil penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa faktor industrialisasi dan urbanisasi/ transmigrasi merupakan
faktor-faktor utama. Fishman (1972) menyebutkan bahwa salah satu faktor penting
pemertahanan sebuah bahasa adalah adanya loyalitas masyarakat pendukungnya.
Dengan loyalitas itu, pendukung suatu bahasa akan tetap mewariskan bahasanya
dari generasi ke generasi. Selain itu, faktor konsentrasi wilayah permukiman
oleh Sumarsono (1990:27) disebutkan pula sebagai salah satu faktor yang dapat
mendukung kelestarian sebuah bahasa.
Holmes dalam Language
Maintenance and Shift in Three New Zealand Speech Community (Applied
Linguistics, Vol. 14 No. 1, 1993: 14) menunjuk tiga faktor utama yang
berhubungan dengan keberhasilan pemertahanan bahasa. Pertama, jumlah orang yang
mengakui bahasa tersebut sebagai bahasa ibu mereka. Kedua, jumlah media yang
mendukung bahasa tersebut dalam masyarakat (sekolah, publikasi, radio, dan
lain-lain.) Ketiga, indeks yang berhubungan dengan jumlah orang yang
mengakui dengan perbandingan total dari media-media pendukung.
Hal
senada juga dinyatakan oleh Miller (1972) yang mengklasifikasikan situasi
kebahasaan yang hidup lestari, sakit-sakitan, atau bahkan mati dan punah
bergantung kepada apakah anak-anak mempelajari bahasa ibunya, apakah penutur
orang dewasanya berbicara dengan sesamanya dalam setting yang beragam
menggunakan bahasa ibu tersebut, dan berapa jumlah penutur asli bahasa ibu yang
masih ada. Dapat disimpulkan bahwa faktor pemertahaan bahasa antara lain
sebagai berikut :
a. Faktor
Prestise dan Loyalitas
Orang akan sangat
bangga dengan budayanya termasuk dengan bahasa yang mereka gunakan. Artinya,
nilai prestise dari language choice seseorang yang menggunakan bahasa
daerah mereka di tengah komunitas yang heterogen lebih tinggi tingkatannya
dengan bahasa daerah lain. Situasi yang demikian menurut Dressler (1984)
merupakan langkah awal dari penghilangan atau pemusnahan sebuah bahasa. Kondisi yang paling
dominan adalah di ranah keagamaan. Untuk acara-acara keagamaan, ritual-ritual
pada acara kematian, kelahiran anak dan sebagainya, bahasa pengantar yang
digunakan dalam acara-acara tersebut hampir tidak pernah menggunakan bahasa
Indonesia melainkan bahasa daerah.
Kekhawatiran ini
diantisipasi oleh pemerintah daerah dengan program kembali ke bahasa ibu.
Program ini tidak hanya bersifat seremonial belaka namun lebih dimanifestasikan
lagi pengembangannya di
lembaga pendidikan dasar. Di beberapa daerah, semua sekolah dasar wajib
mengajarkan bahasa daerah kepada murid-muridnya. Hal ini sebenarnya merupakan
penerapan apa yang dinyatakan oleh Fishman (1977:116) bahwa for language
spread, schools have long been the
major formal (organized) mechanism involved.
b. Faktor
migrasi dan konsentrasi wilayah
Migrasi sebenarnya
merupakan salah satu faktor yang membawa kepada sebuah pergeseran bahasa. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan Fasold (1984), Lieberson, S. (1982) bahwa
bila sejumlah orang dari sebuah penutur bahasa bermigrasi ke suatu daerah dan
jumlahnya dari masa ke masa bertambah sehingga melebihi jumlah populasi
penduduk asli daerah itu, maka di daerah itu akan tercipta sebuah lingkungan
yang cocok untuk pergeseran bahasa. Pola konsentrasi wilayah inilah yang
menurut Sumarsono (1990:27) disebutkan sebagai salah satu faktor yang dapat mendukung
kelestarian sebuah bahasa.
c. Faktor
publikasi media massa
Media
massa juga merupakan faktor lain yang turut menyumbang pemertahanan bahasa
daerah. Format yang dipresentasikan pada media ini dikemas dalam bentuk
iklan (advertising). Untuk lebih akrab dengan pendengar dan pemirsa TV,
pihak stasiun radio dan televisi lebih banyak mengiklankan produk-produk dalam
bahasa daerah daripada bahasa lain. Situasi kebahasaan seperti ini sejalan
dengan apa yang dinyatakan Holmes (1993) bahwa salah satu faktor utama yang
berhubungan dengan keberhasilan pemertahanan bahasa adalah jumlah media yang
mendukung bahasa tersebut dalam masyarakat (publikasi, radio, TV dan
sebagainya).
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Terjadinya perubahan itu tentunya
tidak dapat diamati, sebab perubahan itu yang sudah menjadi sifat hakiki
bahasa, berlangsung dalam masa waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin
diobservasi oleh seseorang yang mempunyai waktu yang relatif terbatas. Namun,
yang dapat diketahui adalah bukti adanya perubahan bahasa itu. Perubahan bahasa
lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah itu direvisi,
menghilang, atau munculnya kaidah baru; dan semuanya itu dapat terjadi pada
semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon.
Pada bahasa-bahasa yang sudah mempunyai sejarah panjang tentu
perubahan-perubahan itu sudah terjadi berangsur dan bertahap karena tujuan kita
bukan untuk membicarakan perubahan itu secara terperinci, melainkan hanya untuk
menunjukkan adanya bukti perubahan, maka hanya akan dibicarakan adanya
perubahan itu dalam satu singkat saja, tanpa memperhatikan kapan perubahan itu
terjadi.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK,
bahasa juga mengalami suatu pergesaran. Pergeseran bahasa menunjukkan adanya
suatu bahasa yang benar-benar ditinggalkan oleh komunitas penuturnya. Hal ini
berarti bahwa ketika pergeseran bahasa terjadi, anggota suatu komunitas bahasa
secara kolektif lebih memilih menggunakan bahasa baru daripada bahasa lama yang
secara tradisional biasa dipakai. Prasyarat nyata bagi pergeseran bahasa adalah
kedwibahasaan, tetapi banyak masyarakat dwibahasa, diglosianya benar-benar
stabil.
Di sisi lain, terdapat pula
beberapa hal sebagai bukti kepedulian masyarakat di berbagai belahan dunia
untuk mempertahankan bahasa ibu atau bahasa daerah. Sebagai contoh, UNESCO
telah menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional.
Selain itu, di Indonesia pun pemerintah menunjukkan bentuk kepeduliannya dengan
mengeluarkan beberapa kebijakan yang di antaranya berupa Peraturan Menteri
maupun Peraturan Daerah untuk mempertahankan, membina, dan mengembangkan bahasa
daerah baik melalui jalur formal maupun informal. Hal ini dianggap perlu karena
bahasa daerah merupakan aset dunia yang wajib dipertahankan dan juga memiliki
banyak kearifan lokal yang layak dipahami anggota komunitasnya.
Keberadaan bahasa dalam kehidupan
manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Namun, hal itu terkadang kurang
begitu dipahami oleh penuturnya, sehingga tidak terasa sebuah peradaban dapat
diubah dengan keberadaan suatu bahasa. Di sinilah faktor penutur bahasa
menentukan keberadaan suatu bahasa di tengah-tengah kehidupan mereka. Dalam
masyarakat yang bilingual atau multilingual ada kemungkinan bahwa kebilingualan
atau kemultilingualannya itu lestari. Kesetiaan para warganya pada bahasa
mereka masing-masing tinggi. Mereka cenderung bertahan dengan bahasa mereka
masing-masing, meskipun pada kenyataannya sebagian dari mereka ada yang
bilingual dan sebagian lagi monolingual.
2.
Saran
Dalam mempraktekan metode ini guru
harus memperhatikan keadaan siswa, baik dalam bentuk kecerdasan maupun
lingkungan sekitar. Guru sebaiknya menguasai metode ini sebelum menerapkannya,
karena strategi yang baik tidak akan berjalan dengan baik jika tidak dibelaki
kemampuan yang cukup.
Akhirnya kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka saran dan kritik yang membangun senantiasa
kami harapkan demi perbaikan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/02/04/perubahan-pergeseran-dan-pemertahanan-bahasa/
https://ngerti.wordpress.com/2010/04/20/perubahan-pergeseran-dan-pemertahanan-bahasa/
Saefuzaman. 2011. Perubahan,
Pergeseran, dan Pemertahanan Bahasa. http://www.saefuzaman.web.id/2011/01/perubahan-pergeseran-dan-pemertahanan.html.
Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa
Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
https://susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/morfologi-2/
https://eyddalamlayar.wordpress.com/2009/10/05/penulisan-gabungan-kata-dalam-bahasa-indonesia/
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete